Pemerintah Daerah Kota Tidore Kepulauan menunjukkan komitmennya dalam memajukan pembangunan desa. Sejak tahun 2021 hingga 2025, Pemkot telah mengalokasikan Dana Desa (ADD) sebesar Rp321.678.620.500. Dana tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Tidore Kepulauan.

Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi kesenjangan sosial dan memperkecil disparitas pembangunan, khususnya bagi masyarakat desa yang berada di wilayah daratan Oba. Di wilayah ini, terdapat mayoritas desa, yakni sebanyak 43 desa, ditambah 2 desa di Pulau Mare, dan 4 desa di Pulau Maitara, sehingga total keseluruhan mencapai 48 desa.

“Anggaran tersebut mulai digelontorkan sejak Muhammad Sinen menjabat sebagai Wakil Wali Kota Tidore Kepulauan. Rinciannya, pada tahun 2021 sebesar Rp53.453.685.100, tahun 2022 sebesar Rp54.931.654.700, tahun 2023 sebesar Rp66.057.306.900, dan tahun 2024 meningkat menjadi Rp71.634.575.300,” ungkap Kepala Bidang Bina Desa Dinas PMD Kota Tidore Kepulauan, Iswan Salim, Rabu, 30 Juli 2025.

Untuk tahun 2025 ini, lanjut Iswan, alokasi ADD mencapai lebih dari Rp75 miliar. Adapun desa penerima ADD dengan jumlah terendah sebesar Rp1,3 miliar, sementara yang tertinggi mencapai Rp1,9 miliar.

Meski UU Desa telah mengatur bahwa minimal 10 persen dari APBD harus dialokasikan untuk ADD, peningkatan jumlah ADD tetap menjadi kewenangan kepala daerah, dalam hal ini Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tidore Kepulauan.

Iswan juga menilai bahwa kepemimpinan Wali Kota Muhammad Sinen dan Wakil Wali Kota Ahmad Laiman sangat berpihak pada pembangunan desa.

“Anggaran ADD yang dikelola pemerintah desa digunakan untuk pembiayaan berbagai bidang, mulai dari operasional pemerintahan desa, gaji dan tunjangan kepala desa dan perangkatnya, BPD, insentif RT/RW, tokoh agama seperti imam, pendeta, pelayan jemaat, kader kesehatan, Linmas, hingga operasional LPM,” jelasnya.

Selain itu, ADD juga digunakan untuk pembangunan infrastruktur, layanan kesehatan, pendidikan, serta pembangunan berbasis potensi desa.

“Sebagai ilustrasi, desa yang menerima ADD Rp1,3 miliar, akan menggunakan sekitar Rp600–700 juta per tahun untuk operasional pemerintahan. Sisanya, sekitar Rp500–600 juta, dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat desa,” pungkas Iswan.