FILM biografi Lafran Pane, pendiri Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), menjadi pilihan–mengisi kegiatan perayaan Milad ke-59 KAHMI yang diselenggarakan oleh Majelis Daerah Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MD-KAHMI) Kabupaten Pulau Taliabu pada Sabtu, 27 September 2025, pukul 21.30 WIT, di gedung Hemungsia Sia Dufu.

Film besutan sutradara Faozan Rizal itu, mengangkat kisah Lafran Pane, pemuda kelahiran 5 Februari 1922, di Padang Sidempuan, Sumatera Utara. Kisah mulai dari Lafran di masa anak-anak. Ia dikenal nakal, keras kepala, suka hidup di jalan, dan bolos sekolah. Lafran hidup pada tiga masa dalam perjalanan Indonesia. Sejak masa Belanda, Jepang, hingga awal kemerdekaan.

Lewat buku Agussalim Sitompul, Menyatu dengan Umat Menyatu dengan Bangsa, Pemikiran Keislaman Keindonesiaan HMI (1947-1997), cerita-cerita kehidupan Lafran Pane di masa remaja disajikan. Agussalim menarasikan: “Lafran hidup sebagai petualangan di sepanjang jalan di Kota Medan, terutama di Kawasan Jalan Kesawan. Tidur tidak menentu, kadang-kadang sudah menggeletak di kaki lima, di emper pertokoan. Untuk menyambung hidup, Lafran Pane menjual karcis bioskop, main kartu, menjual es lilin…”

Pada film yang berdurasi 1 jam 39 menit, lewat Dimas Anggara, tokoh pemeran Lafran Pane, kita melihat sosok lelaki yang cerdas, walaupun nakalnya luar biasa, berani melawan penjajah. Pun tokoh yang, meminjam kata Agussalim Sitompul, “…selalu melandasi hidupnya dengan keyakinan…” Keyakinan bahwa yang terpenting dari membangun sebuah bangsa, adalah memperbaiki sumber daya manusia yang masih “pincang”.

Lafran Pane dan HMI

Diangkat dari kisah nyata perjuangan Lafran Pane mendirikan HMI, film ini telah tayang perdana di bioskop Indonesia pada 20 Juni 2024. Film garapan Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) dengan rumah produksi Reborn Initiative. Pemeran utama Dimas Anggara, Mathias Muchus, Tanta Ginting, Lala Karmela, Ariyo Wahab.

Pada film itu, kita dihubungkan Lafran dan HMI, keduanya nampak tak terpisahkan, terutama posisi Lafran sebagai pemerkasa dan penggagas pemikiran untuk mendirikan HMI, dengan tujuan: Mempertahankan Negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat Rakyat Indonesia, serta menegakkan dan mengembangkan ajaran Agama Islam.

Suatu pemikiran yang lahir atas kondisi sosial, politik, ekonomi, pendidikan, budaya, dan kondisi pemikiran keagamaan, khususnya agama Islam. Berdirinya HMI, tidak terlepas dari–cerminan pemikiran visioner Lafran Pane dan kawan-kawan tentang pentingnya kondisi-kondisi itu.

Lewat film itu juga, kita disuguhkan pemikiran Lafran, bahwa sebagai negara yang mayoritas muslim, Indonesia, sikap toleransi antara sesama umat sangatlah penting, atau selalu menjunjung tinggi perbedaan. Film ini, selain dari memperlihatkan kita perjuangan Lafran mendirikan HMI, tentang semangat perjuangan itu.

Pada film itu, Lafran Pane, lelaki yang selalu dengan ketulusan hati mengatakan—“Saya Lillahita’ala untuk Indonesia”, sebagai pengingat dan kompas, agar setiap kader HMI, di mana pun ia berada; tempat mana pun ia mengabdikan diri; dalam memutuskan kebijakan, selalu dilandasi dengan niat tulus, baik dan jujur. Pun juga selalu berada pada jalan benar, bukan pada jalan kebatilan.

Namun hari ini, kita jauh dari misi itu. Tapi begitulah kita. Selalu hanya berevoria dengan sejarah. Atau lebih, meminjam kata Yudi Latif, “Dan begitulah kita…Berjalan dengan kepala mendongak, merasa gagah di jalan raya sejarah, padahal langkah selalu menyamping. Tak pernah tegak, tak pernah lurus, tapi tetap merasa sampai tujuan”.