Langkah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyegel empat jetty tambang nikel di Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara, dinilai belum menyentuh akar persoalan. Salawaku Institute sebut penyegelan itu hanya solusi sementara tanpa menghentikan kerusakan di pesisir dan pulau-pulau kecil yang terus terjadi.

Penyegelan dilakukan pada 8-9 Oktober 2025, dipimpin langsung oleh Pung Nugroho Saksono, Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP). Aksi ini disebut sebagai bentuk perhatian pemerintah pusat terhadap wilayah pesisir Halmahera Timur yang selama ini luput dari pengawasan negara.

Namun, menurut M. Said Marsaoly, Ketua Salawaku Institute, masalah utama justru terletak pada kebijakan tata ruang dan izin tambang di Pulau Mabuli, Kecamatan Kota Maba. Pulau kecil ini kini menjadi lokasi aktivitas tambang dan pembangunan jetty oleh PT Makmur Jaya Lestari di Mabapura, PT Sambaki Tambang Sentosa (STS) di Desa Pekaulang, dan PT Alngit Raya di Desa Wailukum.

Dalam Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Halmahera Timur Nomor 3 Tahun 2024, Pulau Mabuli tidak tercantum sebagai wilayah peruntukan terminal khusus pertambangan maupun pelabuhan industri.

“Artinya, seluruh aktivitas jetty di ketiga tempat itu tidak memiliki dasar tata ruang yang sah dan bertentangan dengan prinsip penataan ruang serta perlindungan ekosistem pesisir,” jelas Said, yang juga warga Halmahera Timur dalam keterangan tertulis, Kamis, 9 Oktober 2025.

Said mendesak KKP untuk tidak menerbitkan izin kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (KKPRL) bagi ketiga perusahaan tersebut. Pemberian izin di wilayah yang bertentangan dengan tata ruang, kata Said, justru melanggar prinsip kehati-hatian dan memperlemah komitmen pemerintah dalam melindungi pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomo 1 Tahun 2014.

Lebih lanjut, Salawaku menolak rencana PT Makmur Jaya Lestari menaikkan kapasitas produksi menjadi 1,5 juta ton bijih nikel per tahun. Rencana ini tercantum dalam Addendum ANDAL dan RKL-RPL yang disetujui melalui surat persetujuan Tekno-Ekonomi Revisi Studi Kelayakan Nomor T-1290/MB.04/DBM.PE/2023, diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan Pengusahaan Mineral, Kementerian ESDM.

“Pulau Mabuli itu kecil dan rapuh. Jika pemerintah serius ingin memulihkan pesisir, langkahnya bukan hanya penyegelan sementara, tapi pencabutan IUP dan penghentian total kegiatan tambang di pulau-pulau kecil,” terang Said.

Salawaku mendesak adanya koordinasi lintas kementerian antara KKP, KLHK, dan ESDM, untuk melakukan audit lingkungan serta penegakan hukum terpadu di wilayah pesisir Halmahera Timur.

“Plang larangan tidak akan membuat ikan-ikan kembali. Yang dibutuhkan sekarang adalah pemulihan pesisir,” tegas Said.