Puluhan akademisi Universitas Khairun (Unkhair) Ternate mengecam keras dugaan intervensi hukum oleh anggota Brimob Polda Maluku Utara. Para akademisi menilai aparat tersebut diduga memaksa penghapusan kamera pengawas atau CCTV di lokasi kecelakaan lalu lintas yang menewaskan mahasiswa Unkhair, awal Oktober lalu.

Dalam surat pernyataan resmi bertajuk “Kecaman Bersama Civitas Akademika Unkhair”, para dosen hukum Unkhair itu menyebut tindakan tersebut bukan sekadar pelanggaran prosedural, tetapi bentuk degradasi moral aparat penegak hukum.

“Peristiwa ini tidak sekadar pelanggaran prosedural, tetapi juga bentuk nyata dari degradasi moral aparat penegak hukum yang bertentangan dengan prinsip keadilan, integritas, dan profesionalisme sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia,” tulis surat pernyataan tertanggal 10 Oktober 2025.

Surat itu ditandatangani lebih dari 50 dosen dan staf akademik Fakultas Hukum Unkhair, termasuk nama-nama senior seperti Dr. Suwarti, Dr. Syawal Abdulajid, dan Dr. Siti Barora Sinay. Mereka menilai, dugaan penghapusan bukti elektronik oleh anggota Brimob menunjukkan pola berulang dalam tubuh Polri, budaya menutup-nutupi kesalahan internal dengan melanggar hukum itu sendiri.

Kasus ini, kata mereka, mengingatkan pada rusaknya rekaman CCTV kasus KM 50 pada 2020 dan penghapusa CCTV di rumah dinas Ferdy Sambo pada 2022. Pola yang sama kini muncul di Ternate, katanya.

“Kesamaan pola ini menunjukkan bahwa persoalan bukan sekadar pada “oknum”, melainkan telah menjadi budaya institusional yang tumbuh karena lemahnya pengawasan, impunitas, dan solidaritas sempit di internal kepolisian,” tulis civitas akademika Unkhair dalam surat tersebut.

Surat itu juga merinci sejumlah pasal yang diduga dilanggar, di antaranya Pasal 221 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tindakan menyembunyikan atau menghapus barang bukti suatu tindak pidana, serta Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat publik.

Selain itu, mereka menilai tindakan intimidatif terhadap pihak ketiga bisa dijerat Pasal 335 KUHP. Sedangkan berdasarkan Undang-Undang Kepolisian dan Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri, upaya penghapusan barang bukti termasuk pelanggaran berat yang bisa berujung pada pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).

Civitas akademika Unkhair mendesak Komandan Satuan Brimob Polda Maluku Utara segera melakukan pemeriksaan etik terhadap anggota yang diduga terlibat dan memberikan sanksi tegas jika terbukti bersalah.

Mereka juga meminta Kepala Polda Maluku Utara membuka proses investigasi secara transparan dengan melibatkan lembaga eksternal seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Ombudsman RI.

“Mendesak Polri juncto Polda Maluku Utara untuk menegakkan kembali marwah institusi kepolisian sebagai pelindung dan pengayom rakyat, bukan pelindung pelaku pelanggaran hukum,” jelas mereka.

Apabila tindakan semacam ini dibiarkan, catat mereka, maka kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian akan semakin runtuh. Kebenaran tidak boleh dihapus seperti rekaman CCTV, dan keadilan tidak boleh dikubur atas nama solidaritas korps.