Proyek pembangunan Jembatan Talo 3 di Desa Talo, Kecamatan Taliabu Barat, Kabupaten Pulau Taliabu, belum juga rampung kini mengalami kerusakan.

Berdasarkan pantauan Kadera.id pada Senin, 11 Agustus 2025, jembatan yang dibiayai melalui anggaran darurat sebesar Rp200 juta itu belum bisa digunakan. Bahkan, dinding jembatan terlihat ambruk.

Dugaan sementara, kerusakan tersebut disebabkan oleh spesifikasi bangunan yang tidak memenuhi standar teknis. Akibatnya, tiang cor dinding mengalami retak dan menyebabkan dinding jembatan roboh.

Kondisi jembatan yang mangkrak ini semakin menyulitkan warga setempat. Para pengendara roda dua maupun roda empat yang membawa muatan berat terpaksa menggunakan jalan darurat di sisi jembatan. Namun, jalur alternatif itu kini rusak parah akibat hujan deras dalam beberapa hari terakhir. Jalan yang berlumpur dan berlubang membuat warga semakin kesulitan melintas.

Kondisi dinding jembatan Talo 3 di Taliabu yang mulai Ambruk. Foto: Risto Sangaji/Kadera.id

Pekerjaan jembatan yang belum juga rampung ditambah kondisi badan bangunan yang sudah terbongkar itu, mendapat sorotan publik.

Sekretaris GP Ansor Kabupaten Pulau Taliabu, La Ode Saiful Hendra, mengatakan, kerusakan pada jembatan darurat tersebut diduga disebabkan oleh pekerjaan yang tidak memenuhi standar. Ia bahkan menyebut kemungkinan proyek tersebut dikerjakan secara asal-asalan, sehingga mudah rusak.

Menurut Hendra, kondisi ini berdampak langsung pada akses perekonomian masyarakat yang melakukan aktivitas jual beli ke Ibu Kota Kabupaten Pulau Taliabu, yakni Bobong.

“Infrastruktur dasar seperti jalan dan jembatan masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah daerah. Padahal, ketersediaan dan kelayakan infrastruktur sangat menentukan laju perputaran ekonomi, terutama bagi masyarakat kecil,” ujarnya.

Sebagai contoh, lanjut Hendra, lambatnya penyelesaian jembatan darurat yang menghubungkan Desa Talo dan Desa Holbota sangat berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi di wilayah tersebut. Jembatan itu bahkan sudah mengalami kerusakan pada bagian badan bangunan, padahal belum selesai dikerjakan.

“Bukan cuma itu, masyarakat yang ingin berobat ke kabupaten pun harus berpikir dua kali karena akses transportasi yang tidak memadai,” tambahnya.

Ia menyebut, jembatan darurat tersebut seharusnya telah rampung pada tahun 2024. Namun hingga pertengahan tahun 2025, proyek itu belum juga selesai. “Bahkan sebelum selesai, sebagian dinding jembatan sudah terbongkar,” katanya.

Mantan Ketua PKC PMII Maluku Utara itu menilai ketidakjelasan proyek ini sebagai bukti ketidakseriusan pemerintah daerah dalam memberikan amanah kepada kontraktor. Menurutnya, pengerjaan yang asal-asalan berdampak langsung pada masyarakat yang setiap hari melintasi jalan tersebut.

“Kita bisa berasumsi bahwa pemerintah sengaja membiarkan akses transportasi terputus agar masyarakat terbiasa hidup dalam keterbatasan, baik dari sisi transportasi maupun informasi. Padahal, infrastruktur dasar seperti jembatan dan jalan sangat penting bagi masyarakat Kabupaten Pulau Taliabu,” tegasnya.

Ia pun secara lugas meminta pemerintah daerah, dalam hal ini bupati, untuk mengevaluasi seluruh proyek yang tidak kunjung selesai. “Kami meminta pemerintah mengevaluasi rekanan yang tidak menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak. Kami juga mendesak DPRD agar lebih serius dalam mengawasi seluruh proyek, bukan hanya yang bernilai besar,” pungkasnya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, proyek ini dikerjakan oleh CV Triasa Mandiri dengan pagu anggaran sebesar Rp200 juta. Dana tersebut telah dicairkan 100 persen sejak Oktober 2024. Namun hingga kini, pembangunan jembatan belum juga diselesaikan.