Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Ternate mendesak agar media massa tidak diskriminatif dan bias gender mengabaikan kode etik jurnalitik dalam penulisan berita kasus kekerasan seksual. Pasalnya, baru-baru ini, masih ada media yang menulis identitas penyintas korban kekerasan seksual yang terjadi di Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara.
Suryani Tawari, Koordinator Divisi Perempuan dan Gender AJI Ternate mengatakan beberapa media masih menulis secara jelas identitas penyintas kekerasan seksual seperti nama lengkap, alamat, sekolah, jenis kelamin, warna kulit, hingga asal muasal. Padahal, praktik semacam itu bakal mempermudah orang melacak identitas korban.
Selain itu, penulisan nama korban dengan sebutan ‘mawar’ untuk menyamarkan nama asli korban, juga kata Suryani, akan menimbulkan perspektif berbeda atau menjadikan orang lain sebagai korban baru.
“Media massa punya peran penting memberi pemahaman kepada publik dan perlindungan kepada korban kekerasan seksual. Bukan turut menghakimi korban dan memunculkan traumatik,” jelas Yani, biasa akrab disapa, sebagaimana dikutip dari siaran pers, Rabu, 9 April 2025.
Yani menegaskan bahwa media massa seharusnya menghindari pemberitaan yang bias gender dan menyampaikan semua data serta, informasi yang menyangkut seseorang, terutama penyintas korban kekerasan seksual.
Sebagaimana dalam Pasal 5 Kode Etik Wartawan Indonesia, menyatakan bahwa wartawan tidak boleh menyebutkan dan menyiarkan identitas kejahatan susila. Pada Pasal 8 juga menegaskan agar wartawan tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat kelompok rentan. Namun, amatan AJI, masih ditemukan pemberitaan yang mendiskriminasi korban.
“Hanya saja media kadang memgabaikan. Media bahkan menulis kronologis secara utuh. jadi pembaca seakan-akan turut menyasikan secara langsung kejadian. Media menggambarkan proses awal korban dilecehkan, dimana dan bagaimana korban dilecehkan. Ini justru memunculkan trauma bagi korban,” terang Yani.
Menurut Yani, jurnalis mesti menunjukan sikap profesional dalam menjalankan tugas dengan menghormati hak privasi dan pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian berita.
AJI Ternate, kata Yani, mendesak agar kasus kekerasan seksual ini menjadi perharian serius oleh aparat penegak hukum dan pemerintah daerah. Ia juga mengusulkan agar adanya sosialiasi secara masif tentang pencegahan kekerasan seksual kepada masyarakat secara luas.
“AJI juga mendesak para pelaku segera ditetapkan sebagai tersangka. AJI juga berkomitmen mengawal kasus ini hingga pengadilan,” jelas Yani.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.